FILSAFAT BAHASA DAN UPAYA MENCARI RELASI
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Bahasa dan filsafat adalah dua hal yang senantiasa
berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, dua hal tersebut bahkan diibaratkan
sebagai dua sisi mata uang yang senantiasa bersatu meskipun mempunyai tampilan
yang berbeda. Pengkajian bahasa telah berlaku sepanjang sejarah filsafat,
bahkan bahasa menjadi tema yang menarik dan memainkan peran yang penting dalam
kajian ilmu filsafat semenjak abad ke-20
hingga sekarang.
Bahasa sebagai lambang bunyi arbiter yang berfungsi
sebagai alat komunikasi mengantarkan manusia menuju proses hubungan dan
menimbulkan suatu keterkaitan. Sehingga sekelompok manusia tidak akan dapat
bertahan dalam kurun waktu tertentu jika tanpa bahasa. Hal tersebut telah
menjadikan manusia senantiasa berelasi erat dengan bahasa, bahkan manusia
senantiasa bergantung pada keberadaan bahasa.[1]
Ketika bahasa dan filsafat memiliki kaitan yang
sangat erat, maka filsafat bahasa memiliki pengaruh besar dalam hubungan
bermasyarakat. Bahkan disebutkan bahwa terdapat relasi antara filsafat dan
bahasa.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah
pengertian dari filsafat bahasa?
b. Bagaimanakah
maksud dari obyek, metode dan manfaat dari filsafat bahasa?
c. Apa
sajakan hakekat yang terdapat dalam fungsi bahasa?
d. Bagaimanakah
relasi antara bahasa dan filsafat?
II.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Bahasa
Filsafat
menurt bahasa terdiri dari kata philen yang berarti Love (cinta) dan
sophia yang berarti Wisdom (kebijaksanaan), sehingga secara
etimologis filsafat berarti love of wisdom (cinta akan kebijaksanaan)
secara mendalam. Hal tersebut menyebabkan munculnya pernyataan bahwa seorang filosof
(ahli filsafat) adalah seseorang yang sangat mencintai kebijaksanaan secara
mendalam.
Filsafat
menurut Istilah berasal dari bahasa Arab dan diambil dari kata falsafah.
Istilah ini diadopsi dari bahasa Yunani yaitu “philosophia”[2].
Sejarah kemunculannya adalah berawal ketika dunia Eropa khususnya Bangsa Yunani
berada dalam kegelapan berpikir, karena filsafat atau ijtihad dikalahkan oleh doktrin
iman Kristiani yang mempunyai kebijakan bahwa segala sesuatu berpusat pada
gereja dan tidak ada yang boleh berpikir serta mengeluarkan pendapat tentang
sesuatu. Namun keadaan terjadi sebaliknya di Timur atau dunia Islam yang sedang
berada pada masa keemasan, karena filsafat dan ilmu pengetahuan serta
tekhnologi maju dengan pesat. Sehingga muncullah kebijakan dari penguasa Islam
untuk melakukan penterjemahan berbagai buku asing dari bahasa Yunani, India,
Cina dan Persia kedalam bahasa arab untuk semua disiplin Ilmu.
Beberapa
pengertian mengenai filsafat adalah :
a. Menurut
ahli filsafat, pemahaman mengenai filsafat tidak cukup dengan pendekatan
etimologis. Menurut Aristoteles, definisi (pengertian) adalah esensi
dari sesuatu. Sehingga untuk dapat menemukan makna yang esensi seseorang harus
melakukan penjelajahan pemikiran secara radikal atau mendalam, logis dan
serius.
b. Menurut
pendapat Aristoteles : Jika filsafat adalah sesuatu yang benar maka hendaknya
dia diikuti, namun jika filsafat itu adalah sesuatu yang salah maka hendaknya
dia ditolak.[3]
c. Al-Ghozali
tidak menolak filsafat, namun akhirnya ia menemukan (al-haqiqah atau the
reality), kebenaran yang hakikat dan dicari melalui (thariqat)
jalan (tasawuf irfani) tasawuf yang bukan mistisisme. Yaitu metode pencarian
kebenaran melalui pembersihan jiwa dengan menghindarkan diri dari bermaksiat
serta senantiasa meksanaan syari’at secara menyeluruh dan menghambakan diri
secara penuh.
d. Menurut
Mohammad Hatta lebih baik tidak dibicarakan lebih dahulu, sebab lambat laun seseorang akan memahami
pengertiannya setelah banyak membaca atau mempelajari filsafat sesuai tingkat
pemahamannya dari konotasi filsafat yang telah dipelajari. Pernyataan tersebut
sesuai dengan pendapat Langeveld, yaitu : “Setelah orang berfilsafat sendiri,
barulah ia maklum tentang apa itu filsafat. Dan mungkin dengan ia berfilsafat
ia akan semakin memahami maksud dari filsafat itu secara lebih mendalam”.[4]
e. Menurut
Plato, filsafat adalah suatu ilmu yang membicarakan tentang hakikat sesuatu,
dan dikembangkan oleh muridnya menjadi : Filsafat adalah ilmu pengetahuan
tentang kebenaran yang meliputi logika, fisika, metafisika dan pengetahuan
praktis.
f. Menurut
Immanuel kant (1724-1804 M), Filsafat adalah ilmu pengetahuan mengenai pokok
pangkal dari segala pengetahuan dan perbuatan. [5]
Selain
filsafat, muncul juga Istilah tentang filsafat bahasa. Filsafat bahasa merupakan sesuatu yang baru, dan muncul di
abad-20. Menurut beberapa ahli, filsafat bahasa adalah :
a. Menurut
Verhaar terdapat dua istilah dalam filsafat bahasa, yaitu :
1. Filsafat
mengenai bahasa : Sebuah sistem yang dipergunakan seorang filosof untuk
melakukan pendekatan terhadap bahasa sebagai sebuah obyek kajian. Contoh : Ilmu
bahasa memiliki obyek kajian berupa psikologi bahasa atau psikolinguistik.
2. Filsafat
berdasarkan bahasa : Sebuah alat yang digunakan untuk mencari sumber yang akan
dijadikan tiitk pangkal penyedia segala kebutuhan.
b. Menurut
Rizal Mustansyir, Filsafat bahasa adalah : penyelidikan yang mendalam terhadap
bahasa yang dipergunakan dalam filsafat, sehingga dapat dibedakan antara
filsafat yang mengandung makna dan tidak mengandung makna.[6]
c. Menurut
J. R Searle terdapat perbedaan antara istilah filsafat bahasa dan filsafat
linguistik/kebahasaan, yaitu :
2.
Filsafat bahasa
(philosopy of leanguage) adalah : Suatu upaya yang mengandung analisis mengenai
unsur-unsur umum dalam bahasa, mengenai : makna, acuan atau referensi,
kebenaran, verifikasi, tindak tutur dan ketidaknalaran. Dan ia menjadi pokok
pembahasan dalam filsafat.
3.
Filsafat
kebahasaan (linguistic philosppy) adalah : Suatu upaya untuk memecahkan
masalah-masalah filosofis dengan menganalisis makna kata dan hubungan logis
antar kata dalam bahasa. Dan ia adalah salah satu metode dalam ilmu filsafat.
d. Menurut
Frege, filsafat bahasa mempunyai pengertian berbeda tentang : arti (sense)
dan acuan (referennce). Karena kedua hal tersebut memiliki unsur ketiga,
yaitu : makna (isi pendeskripsian) yang memberikan cara untuk menguraikan atau
mendeskripsikan untuk mencapai suatu arti yang diacu atau dituju. Hal tersebut berdasarkan pada pemikiran bahwa
suatu pernyataan antara “A” dan “B” mungkin dapat dinyatakan identik atau
serupa namun mengandung informasi yang yang faktual atau lebih banyak. Contoh :
Katz menyatakan, “Bintang sore adalah bintang pagi”. A = Bintang sore dan B= Bintang Pagi. Hal ini
dapat kita benarkan, karena bintang sore dan bintang pagi mengacu pada bintang
yang sama, yaitu bintang kejora. Itu berarti : A dan B adalah identik, namun
terdapat informasi yang lebih dibalik kedua hal tersebut.
e. Menurut
Russel dan Wittgenstein, menyatakan bahwa kata mempunyai hubungan dengan dunia
diluar dirinya, mengandung kriteria kebermaknaan dan prinsip pemastian atau
verifikasi. Contoh : Ada kuda makan rumput dikandang. Secara analisis kata
tersebut benar, karena kuda adalah binatang yang dipelihara dikandang dan ia
adalah pemakan rumput. Namun secara empiris akan dipertimbangkan kebenarannya,
karena ada kemungkinan ada kuda yang dipelihara diluar kandang dan sedang makan
rumput, mungkin juga ada kuda didalam kandang namun tidak sedang makan rumput,
atau juga hewan yang dipelihara didalam kandan tersebut adalah sapi dan ia
sedang makan rumput.
f. Menurut
Austin, filsafat bahasa membahas tentang pernyataan salah atau benar atas suatu
tutur kata.[7]
B.
Obyek
dan Metode dalam Filsafat Bahasa
Obyek
dalam konteks ilmu pengetahuan mempunyai pengertian sebagai suatu hal, benda
atau perkara yang menjadi sasaran penelitian atau studi. Sedangkan Obyek dalam
filsafat bahasa meliputi :
a. Objek
material : Segala sesuatu yang ada (Al-Maujud), baik yang dapat
dirasakan atau tidak, konkret atau tidak, serta segala hal yang menyangkut
keyakinan kepada Tuhan, alam semesta, manusia, bahasa, hukum, politik, seni,
sains, sejarah, agama, ekonomi, budaya dan pendidikan.
b. Objek
formal : Sudut pandang yang menyeluruh, sehingga dapat mencapai hakikat objek
materialnya, yaitu segala sesuatu yang ada di bumi.
Metode
yang digunakan dalam mempelajari filsafat bahasa adalah :
1. Metode
Historis atau Metode Sejarah : Metode dalam pengkajian filsafat berdasarkan
pada prinsip-prinsip metode historigrafi atau sejarah, yang meliputi :
a. Heuristik
: Penentuan sumber kajian.
b. Kritik
: Mengkritisi keabsahan sumber kajian.
c. Interpretasi
: Melakukan penafsiran terhadap isi sumber kaijian atau memberikan pendapat terhadap
pemikiran seorang ahli filsafat tentang pemikirannya berkenaan seputar bahasa.
d. Histografi
: Tahapan penulisan berupa rangkaian cerita sejarah dalam konteks sejarah
filsafat bahasa.
2. Metode
Sistematis : Metode dalam pengkajian filsafat berdasarkan pada pendekatan
material atau isi pemikiran. Alur pembelajarannya adalah : Mempelajari aspek
ontologi filsafat bahasa, kemudian aspek epistimologi dan berakhir di aspek
aksiologi filsafat bahasa.
3. Metode
Kritis : Metode dalam pengkajian filsafat, yang digunakan oleh seseorang yang
telah memiliki pengetahuan dasar tentang filsafat melalui sebuah kritik atas
suatu pemikiran. Dicetuskan oleh George Moore ketika mengkritisi filsafat
neo-hegalianisme (neo-idealisme) di Inggris. Yang kemudian diteruskan oleh : B.
Russell dan Wittgestein.
4. Metode
Analisis Abstrak : Metode pengkajian filsafat yang menguraikan setiap fenomena
kebahasaan dengan cara memilah-milah dan digeneralisasikan sesuai dengan kaidah
berpikir logis.
5. Metode
Intuitif : Metode dalam pengkajian filsafat yang menggunakan sistem intropeksi
intuitif dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Filsafat ini telah
digunakan oleh para ahli teori islam atau ilmu Tasawuf dalam menggungkapkan
hakikat kebahasaan. Dicetuskan oleh : Henry Bergson.
Berdasarkan
penjelasan diatas, maka manfaat dari mempelajari filsafat bahasa adalah
berusaha menemukan kebenaran dan realitas yang sesungguhnya tentang segala
sesuatu dengan cara berpikir mendalam atau serius, untuk menemukan solusi yang
tuntas dan logis. Terdapat juga beberapa manfaat lain, yaitu :
a. Menambah
pengetahuan baru.
b. Bisa
berpikir logis.
c. Biasa
berpikir mendalam dan kritis
d. Terlatih
menyelesaikan masalah secara kritis, mendalam dan logis.
e. Melatih
berpikir jernih.
f. Melatih
berpikir objektif.[8]
C.
Hakikat
dan Fungsi Bahasa
Bahasa
adalah salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat
manusia, karena bahasa senantiasa ada dalam diri manusia, alam, sejarah, dan
wahyu Tuhan. Dan Tuhan juga menampakkan diri-Nya melalui bahasa-Nya, yaitu :
bahasa alam dan kitab suci (ayat kauniyah dan wahyu), sehingga mempelajari
bahasa merupakan salah satu bentuk ibadah kita.
Batasan
makna bahasa menurut para ilmuan bahasa adalah:
a. Menurut
Harimurti, bahasa adalah sistem lambang arbiter yang dipergunakan masyarakat
sebagai alat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri. [9]
b. Menurut
kamus besar bahasa indonesia, bahasa adalah :
1. Sistem
lambang bunyi berartikulasi atau yang dihasilkan oleh alat-alat ucap yang
bersifat sewenang-wenang (arbiter) dan konvesional, yang digunkaan sebagai alat
komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran.
2. Ucapan-ucapan
yang digunakan oleh suatu bangsa, baik oleh suatu suku bangsa, penduduk suatu
daerah atau negara.
3. Percakapan
yang baik, sopan santun dan tingkah laku yang baik.[10]
c. Menurut
Bloch dan Trager, dan Joseph Bram bahasa adalah : sistem simbol-simbol bunyi
yang arbiter dan digunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat komunikasi.
d. Menurut
Ronald Wardhaugh, bahasa adalah suatu sistem dalam simbol-simbol bunyi yang
arniter dan digunakan untuk komunikasi manusia.
Kata
kunci dari bahasa adalah “simbol”, yang berasal dari bahasa Yunani “Symbolon”
yang artinya : tanda pengenal, lencana, atau semboyan. Dan di Yunani simbol
adalah sebuah identitas yang salah satu fungsinya untuk mengikat persahabatan,
contoh : sebuah batu yang dibelah, sehingga pemegangnya mempunyai bukti
kongkret dari persahabatan mereka karena identitas tersebut.
Pengertian
dari lambang atau simbol mengandung dualisme makna, karena mengandung dua
unsur, yaitu: Bentuk (form/shighat) yang berwujud pada ucapan (aktustis) dan
arti (meaning/ma’na) yang ditujukan pada benda (realitas, peristiwa, fenomena
dan perkara).
Maksud
dari arbitary simbol adalah lambang yang tidak mempunyai hubungan mutlak
atau perhubungan sewajarnya dengan realitas. Contohnya kata bunga mempunyai
perimbangan dalam berbagai bahasa, yaitu: flower (Inggris), kembang (Jawa),
puspa (Sansekerta), hana (Jepang), dei blume (Jerman), la
fleur (Perancis), dan az-Zahrah (Arab). Adapun maksud dari
penjelasan macam-macam perimbangan bahasa tersebut adalah bahwasanya suatu
bahasa akan bermaksud dengan arti bunga misalnya, maka ia trgantung pada
siapakan pemakai dari bahasa tersebut. Sehingga bahasa dapat dirasakan sebagai
suatu kebiasaan yang sudah disepakati oleh pengguna bahasa tersebut.
Dan
pengertian dri bahasa sebagai bunyi atau vokal adalah sebagai cara untuk
membedakan antara bahasa dengan lambang-lambang lainnya, seperti: lambang yang
dinyatakan dengan gerakan badan, yang dinyatakan dengan bendera atau yang
dinyatakan dengan kedip sinar lampu.[11]
Menurut
Henry Guntur Taringan, terdapat hubungan antara simbol dan sesuatu yang
dilambangkan manusia dalam bahasanya, dimana hal tersebut tidak terjadi hanya
dengan sendirinya atau berifat alamiyah seperti hubungan antara awan hitam dan
turunya hujan atau tingginya panas badan dengan kemungkinan terjadinya infeksi.
Namun simbol atau lambang dari bahasa memperoleh fungsi khususnya dari
kesepakatan suatu kelompok sosial dan tidak dapat menimbulkan efek bagi yang
tidak termasuk kedalam kelompok sosial tersebut.[12]
Menurut
Aminuddin, dalam dunia filsafat, makna dari suatu bahasa mendapatkan perhatian
khusus dari para tokoh filsafat bahasa. Dan jika dikaitkan dengan aspek bahasa
atau semantika, terdapat delapan belas ciri-ciri bahasa manusia yang
membedakannya dari bahasa binatang, yaitu :
1. Bahasa
yang digunakan bersifat tetap dan memiliki kriteria tertentu.
2. Organisme
yang digunakan memiliki hubungan timbal balik.
3. Menggunakan
kriteria pragmatik, berkaitan dengan bunyi segmental.
4. Mengandung
kriteria semantis atau fungsi aspek bahasa tertentu.
5. Memiliki
kriteria sintaksis, kata-kata penyusun kalimat harus disusun sesuai dengan pola
kalimat yang telah disepakati.
6. Melibatkan
unsur bunyi atau audiovisual.
7. Memiliki
kriteria kombinasi dan bersifat produktif.
8. Bersifat
arbiter dan dipilih secara acak sesuai keinginan penutur.
9. Memiliki
ciri Prevarikasi.[13]
10. Terbatas
dan relatif tetap.
11. Mengandung
kontinuitas dan mengandung diskontinuitas.
12. Bersifat
hierarkis atau pemakain keeradaannya memiliki tataran yang berada dalam tata
tingkat teretntu.
13. Bersifat
sistematis.
14. Saling
melengkapi dan mengisi.
15. Informasi
kebahasaan dapat disegmentasikan, dihubungkan, disatukan dan diabadikan.
16. Transmisi
budaya.
17. Bahasa
dapat dipelajari.
18. Bahasa
dalam pemakaiannya bersifat bidimensional atau kebenaran artinya ditentukan
oleh kehadiran dan hubungan antar lambang kebahasaan, penutur dan konteks
sosial dan situasional yang melatar belakangi pengucapan bahsa tersebut.
Fungsi
utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi, berasal dari bahasa ingris “communication”
dan bersumber dari bahasa communis yang berarti “sama”. Dalam percakapan,
komunikasi akan berlangsung hanya ketika terdapat kesamaan makna atau bahasa
yang digunakan.[14]
Fungsi
bahasa menurut Roman Jakobson adalah :
1. Emotive
Speech : bahasa mempengaruhi psikologis (sikap dan emosi).
2. Phatic
speech : berfungsi untuk memelihara hubungan sosial.
3. Cognitive
speech : berfungsi informatif.
4. Rhetorical
speech : dapat mempengaruhi pikiran dan tingkah laku.
5. Metalingual
speech : berfungsi sebagai kode komunikasi.
6. Poetic
speech : berfungsi sebagai pengistimewa nilai estetika.
Fungsi
bahasa menurut menurut Finocchiaro :
1. Personal
: menyatakan emosi, kebutuhan, pikiran, perasaan dan sikap.
2. Interpersonal
: Mempererat hubungan sosial.
3. Directive
: Mengendalikan orang lain melalui ucapan yang persuasif.
4. Referential
: Membicarakan obyek atau peristiwa disekeliling kita.
5. Metainguistic
: berfungsi sebagai kode komunikasi.
7. Omaginative
: berfungsi sebagai pengistimewa nilai estetika.
Fungsi bahasa menurut Karl Raimun
Popper :
1. Ekspresif
: ungkapan pribadi seseorang.
2. Signal
: reaksi sebagai jawaban atas suatu tanda.
3. Deskriptif
: penentu pernyataan yang benar atau salah.
4. Argumentatif
: untuk mempertahankan gagasan yang valid dan logis.
Fungsi bahasa menurut P. W. J.
Nababan :
1. Kebudayaan
: Sarana perkembangan, penerus dan inventaris budaya.
2. Kemasyarakatan
: Bahasa nasional sebagai lambang identitas, kebanggan dan alat penghubung
antar daerah. Bahasa yang digunakan kelompok tertentu seperti suku bangsa.
3. Perorangan
: fungsi instrumental, menyuruh, interaksi, kepribadian, pemecahan masalahdan
khayalan.
4. Pendidikan
: fungsi integratif, instrumental, kultural dan penalaran.[15]
D.
Relasi
bahasa dan Filsafat
Bahasa
adalah alat untuk mengkomunikasikan suatu gagasan kepada orang lain, contohnya
adalah seorang filosof yang senantiasa bergantung pada bahasa untuk
mengungkapkan fikiran dan hasil perenungannya. Menurut Louis O. Katsooff,
sistem filsafat terkadang dipandang sebagai suatu bahasa dan perenungan
kefilsafatan dapat dipandang sebagai upaya penyususn bahasa. Bahasa dan
filsafat senantiasa berieingan, karena bahasa adalah simbol dan filsafat adalah
alat untuk mencari jawaban atau makna seluruh simbol yang ada di alam semesta
ini. Sehingga antara keduanya terdapat relasi yang menganut hukum kausitas
(sebab akibat), sehingga seorang filosof akan senantiasa menjadikan bahasa sebagai
sahabat akrabnya yang tidak akan terpisahkan oleh siapapun dan dalam kondisi
bagaimanapun.[16]
Hal
yang mendasari analisi filosof terhadap bahasa adalah karena bahasa adalah
obyek yang menarik untuk dianalisa, serta bahasa mempunyai beberapa kelemahan
terkait peran dan fungsi bahasa yang sangat luas dan kompleks. Beberapa
kelemahan bahasa adalah :
1. Bahasa
sebagai sistem simbol tidak dapat mengungkapkan seluruh realitas yang ada di
dunia.
2. Pengguna
bahasa seringkali memiliki kecenderungan emosional dan tidak terarah. Seperti
menyebut seseorang dengan sampah masyarakat.
3. Ungkapan
bahasa sering dimanipulasi untuk kepentingan kampanye dsb. Istilahnya adalah Eufimisme
atau ungkapan yang diperhalus, seperti : kupu-kupu malam berarti wanita
pelacur.
4. Bahasa
bermakna ambigu atau bermakna ganda.
5. Konteks
bahasa dengan arti yang beragam dapat memicu kesalahan penggunaan bahasa.
6. Bahasa
terkadang tidak memberikan respon seperti yang diharapkan penutur. Contok :
seorang cowok yang menyapa gadis idamannya dengan sebuah ucapan yang dianggap
sebagai ungkapan cinta, namun sang gadis meresponnya sebagai ungkapan yang
biasa saja.
7. Terdapat
kata yang masuk kedala kategori Syntegrematic atau kata-kata yang tidak
dapat dikatakan timbul oleh ide tertentu, contoh : jika.
8. Banyak
kata yang tidak mengacu pada obyek yang kongkret dan empirik, seperti : Syurga
dan neraka.
Hubungan
fungsional antara bahasa dan filsafat adalah :
1. Filsafat
adalah metode yang digunakan para filosof dalam memecahkan permasalahan bahasa.
Seperti dalam menjawab apa itu hakekat bahasa ?
2. Pandangan
ahli filsafat akan mewarnai pandangan para ahli bahasa dalam mengembangankan
teorinya.
3. Filsafat
berfungsi sebagai pengarah ahli bahasa dalam merelevansikan bahasa dengan
realitas kehidupan umat manusia.
4. Filsafat
bahasa berfungsi sebagai pengembang ilmu bahasa atau linguistik dan ilmu
sastra.
III.
KESIMPULAN
Filsafat
bahasa adalah : Salah satu cabang ilmu filsafat dengan metode tertentu yang
menyelidiki bahasa secara radikal atau mendalam, logis dan serius.
Bahasa
sebagai obyek analisis filsafat dianalisis menggunakan metode : Metode historis
atau metode sejarah, metode sistematis, metode kritis, metode analisis abstrak
dan metode intuitif.
Bahasa
adalah sistem lambang arbiter (bersifat sewenang-wenang) yang dipergunakan
masyarakat sebagai alat untuk bekerjasama, berinteraksi dan mengidentifikasi
diri. Dengan fungsi utama sebagai alat komunikasi.
Bahasa
adalah simbol dan filsafat adalah alat untuk mencari jawaban atau makna seluruh
simbol yang ada di alam semesta ini, sehingga seorang filosof akan senantiasa
menjadikan bahasa sebagai sahabat akrabnya yang tidak akan terpisahkan oleh
siapapun dan dalam kondisi bagaimanapun.
IV.
DAFTAR
PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar. 2008. Filsafat
Bahasa dan Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Effendy, Onong Uchjan. 2000. Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung
: PT Remaja Rosdakarya.
Hidayat, Asep Ahmad. 2006. Filsafat Bahasa Mengungkap Hakikat Bahasa,
Makna dan Tanda. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
Izzan, Ahmad. 2009. Metodologi
Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung : Humaniora.
Kaelani. 1998. Filsafat Bahasa
Masalah dan Perkembangannya. Paradigma : Yogyakarta.
Kridalaksana , Harimurti.
1982. Kamus Linguistik. Jakarta :
Gramedia.
Lasiyo dan Yuwono. 1990. Filsafat Umum. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Mutahari, Murthada. 1986. Gerakan Islam Abad XX. Jakarta :
Beunebi Cipta.
Nababan, P. W. J. 1991. Sosiolinguistik
suatu Pengantar. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Poedjosoedarmo, Soepomo. 2003. Filsafat
Bahasa. Surakarta : Muhamadiyah University Press.
Soemargono, Soejono. 1986. Pengantar Filafat. Yogyakarta : Tiara
Wacana Yogya.
Soemarsono. 2004. Buku Ajar Filsafat Bahasa. Jakarta :
PT Grasido.
Tafsir, Ahmad. 1990. Filsafat Umum. Bandung : PT Remaja
Rosda karya.
Taringan, Henry Guntur. 1984. Psikolinguistik.
Bandung : Angkasa
Verhaar. 1988. Filsafat yang Mengelak. Dalam
Mustansyir, Rizal. 1988. Filsafat
Bahasa. Jakarta : Prima Karya.
[1]
Asep Ahmad Hidayat, Filsafat
Bahasa, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2006), 5.
[2] Menurut catatan para sejarawan,
orang yang pertama kali menggunakan istilah filsafat adalah Phytagoras dari
Yunani yang lahir antara 582-496 SM. Pada waktu itu arti filsafat belum begitu
jelas, kemudian diperjelas sehingga bermana seperti yang sekarang kita gunakan
oleh kaum Sophist (ahli debat) dan juga Socrates (470-399 SM) yang merupakan
guru dari Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM).
[3] Murthada
Mutahari, Gerakan Islam Abad XX, (Jakarta : Beunebi Cipta, 1986, cet. Ke-I),
110 – 111.
[4] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum,
(Bandung : PT Remaja Rosda karya, 1990, cet. ke-I), 8.
[5]
Lasiyo dan Yuwono, Filsafat Umum,(Bandung : Remaja Rosdakarya,
1990, cet. ke-I),8.
[6] Verhaar, Filsafat yang
Mengelak, 8. Dalam Rizal Mustansyir, Filsafat Bahasa, (Jakarta :
Prima Karya, 1988, cet ke-I), 46.
[7]
Soemarsono, Buku Ajar Filsafat Bahasa, (Jakarta : PT Grasido,
2004), 23-49.
[8] Asep Ahmad Hidayat, Filsafat
Bahasa, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2006), 5-20.
[9] Harimurti Kridalaksana , Kamus
Linguistik, (Jakarta : Gramedia, 1982 , cet. ke-I), 17.
[10] Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,
1988, cet ke-I), 66-67.
[11] Ahmad Izza, Metodologi Pembelajaran Bahasa
Arab, (Bandung: Humaniora, 2009, cet. ke-3), 2-4.
[12] Henry Guntur Taringan, Psikolinguistik,
(Bandung : Angkasa, 1984, cet. ke-I), 19.
[13] Bahasa sebagai realitas terpisah
dengan dunia luar yang diwakilinya, setelah muncul dan digunakan penuturnya,
dan isinya bisa benar atau salah, sehingga dapat menimbulkan kesempatan untuk
melakukan penipuan menggunakan bahasa yang ia gunakan.
[14] Onong Uchjan Effendy, Komunikasi,
Teori dan Praktek, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2000, cet. ke-13), 9.
[15] P. W. J. Nababan, Sosiolinguistik
suatu Pengantar, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1991, cet ke-I), 38.
[16] Soejono Soemargono, Pengantar
Filafat, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya. 1986, cet ke-I), 39.
Masya Allah Daring PPG PAI 2021
BalasHapus