Bahasa Indonesia Sebagai Bahasa Persatuan
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi
Warga Republik Indonesia .
Pada saat ini, Bahasa Indonesia dipergunakan oleh hampir seluruh rakyat Indonesia .
Bahasa Indonesia adalah bahasa pertama yang digunakan, selain bahasa daerah,
seperti bahasa jawa atau bahasa sunda.
Kita
sebagai warga bangsa Idonesia yang mengaku berbahasa Indonesia
terkadang tidak tahu bagaimana sebenarnya sejarah bahasa Indonesia .
Di seluruh dunia terdapat + 1500
jenis bahasa. Bahasa sebanyak itu dibagi menjadi 4 rumpun, yaitu : rumpun
bahasa Indogerman, rumpun bahasa Semit, rumpun Bahasa Altai, dan rumpun bahasa Austria .
Rumpun bahasa Indogerman, yaitu segala bahasa yang terdapat di benua Eropa,
kecuali bahasa ongaria, Rusia, dan Armenia . Sedangkan rumpun bahasa
Semit, yaitu bahasa yang dipakai oleh bangsa Arab, Yahudi, dan Abessinia.
Selain itu, rumpun bahasa Altai yaitu bahasa yang dipakai oleh bangsa Turki,
Mongolia, Mansyuria, Jepang, dan yang terakhir yakni rumpun bahasa Austria,
yakni bahasa yang dipakai oleh bangsa-bangsa asli daratan Asia Tenggara.
Rumpun bahasa Austria terbagi menjadi dua
kelompok bahasa, yaitu bahasa Austro-Asia dan Bahasa Austronesia. Bahasa
Austronesia (Melayu Polinesia) juga dapat dibagi atas dua golongan, yaitu
bahasa Austronesia di sebelah timur dan bahasa Austronesia
di sebelah barat.
Dari berbagai macam rumpun bahasa di
dunia yang telah disebutkan, bahasa-bahasa yang ada di Republik Indonesia termasuk ke dalam rumpun bahasa Austria golongan bahasa Austronesia
di sebelah barat. Republik Indonesia
memiliki keraneka ragama bahasa yang tersebar di setiap daerahnya. Selain dari
bahasa-bahasa daerah di Republik Indonesia itu, menurut sejarah, di abad ke-7
saat zaman keemasan kerajaan Sriwijaya, dijumpai prasasti bertuliskan bahasa
Melayu yang merupakan bahasa di sekitar Selat Malaka dan yang sekarang disebut
sebagai bahasa Indonesia
Lama.
Sejak berabad-abad yang lampau bahasa
Melayu dipergunakan sebagai bahasa perhubungan/pergaulan atau Lingua franca.
Dengan bantuan pedagang, bahasa Melayu ini tersebar hampir di seluruh daerah
pesisir pulau-pulau Nusantara. Setelah lama menjadi Lingua franca di kawasan
tanah air, dan karena bahasa Melayu mudah dipelajari dilihat dari kesederhanaan
system tata bunyi, tata kata, dan tata kalimat, akhirnya bahasa Melayu diangkat
menjadi bahasa persatuan. Selain alasan itu, kesadaran dari seluruh bangsa yang
ada di Indonesia akan pentingnya kesatuan dan persatuan dan adanya kesanggupan
pada bahasa Melayu untuk dipakai menjadi bahasa kebudayaan dalam arti luas, dan
akan berkembang menjadi bahasa yang sempurna merupakan hal-hal yang
memungkinkan pengangkatan bahasa melayu menjadi bahasa persatuan.
Bila kita perhatikan susunan kalimat
bahasa Indonesia saat ini nampak persamaannya dengan bahasa Melayu, lebih-lebih
dalam perbendaharaan kata-katanya, dengan itu jelas sudah bahwa bahasa Melayu
adalah bahasa yang mendasari Bahasa Indonesia.
Awal penciptaan Bahasa Indonesia
sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, yang
berbunyi “Kita berbangsa satu Bangsa Indonesia ,
Kita berbahasa satu Bahasa Indonesia, Kita bertanah air satu Tanah air Indonesia ”.
Sejak itulah bahasa Melayu yang demokratis atau tidak mengenal tingkatan-tingkatan,
menjadi bahasa Indonesia .
Dalam perkembangannya kemudian diperkaya oleh bahasa-bahasa daerah di
Nusantara, sehingga terdapat hubungan saling mengisi dengan bahasa daerah.
Pada awalnya, Bahasa Indonesia
ditulis dengan tulisan Latin-Romawi mengikuti ejaan Belanda. Selepas tahun
1972, Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) dicandangkan. Dengan EYD, ejaan dua bahasa
serumpun, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia semakin distandardkan.
Perbendaharaan kata dari bahasa
Indonesia kini tidak hanya berisi kata-kata yang disempurnakan dari bahasa
melayu, tetapi diperkaya juga dengan kata-kata yang diserap atau diambil dari
hasil hubungan kebudayaan bangsa Indonesia
dengan bangsa lain bahkan dari agama yang ada di Indonesia . Contohnya yaitu
kata-kata yang diserap dari bahasa yang digunakan dalam agama hindu
(sanskerta), dalam agama Islam (bahasa Arab), dan kata-kata yang diambil dari
hasil penjajahan yang terjadi di atas bumi pertiwi Indonesia , yaitu bahasa Belanda,
bahasa Inggris, bahasa Portugis. Selain itu bahasa Indonesia juga meminjam
perbendaharaan kata dari bahasa cina.
Sejarah dari bahasa Indonesia yang
telah dijelaskan, cukup jelas juga menyebutkan apa fungsi dan bagaimana
kedudukan bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia . Fungsi dari bahasa
Indonesia bagi bangsa Indonesia
adalah sebagai pemersatu suku-suku bangsa di Republik Indonesia yang beraneka ragam.
Setiap suku bangsa yang begitu menjunjung nilai adat dan bahasa daerahnya
masing-masing disatukan dan disamakan derajatnya dalam sebuah bahasa persatuan
yaitu bahasa Indonesia, dan memandang akan pentingnya persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia, maka setiap suku bangsa di Indonesia bersedia menerima bahasa
Indonesia sebagai bahasa Nasional. Selain itu, fungsi dari bahasa Indonesia adalah
sebagai bahasa ibu yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi bagi yang yang
tidak bisa bahasa daerah. Seiring perkembangan zaman, sebagian besar warga
negara Indonesia melakukan transmigrasi atau pindah dari daerah dia berasal ke
daerah lain di Indonesia, sehingga di sinilah peran dan fungsi bahasa Indonesia
sebagai alat komunikasi antar suku bangsa yang berbeda, agar mereka tetap dapat
saling berinteraksi.
Kedudukan bahasa Indonesia di negara Republik Indonesia itu selain sebagai bahasa
persatuan juga sebagai bahasa negara atau bahasa Nasional dan sebagai budaya.
Kedudukan bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan, maksudnya sudah jelas karena fungsi dari bahasa Indonesia itu sendiri adalah sebagai pemersatu
suku bangsa yang beraneka ragam yang ada di Indonesia .
Bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara atau bahasa Nasional, maksudnya bahasa Indonesia itu adalah bahasa yang
sudah diresmikan menjadi bahasa bagi seluruh bangsa Indonesia . Sedangkan bahasa Indonesia sebagai budaya maksudnya, bahasa
Indonesia itu merupakan bagian dari budaya Indonesia dan merupakan ciri khas
atau pembeda dari bangsa yang lain.
Dalam kehidupan sehari-hari mulai
dari interaksi intrapersonal, interpersonal, maupun yang meluas pada kehidupan
berbangsa dan bertanah air, bahasa memegang peran utama. Peran tersebut
meliputi bagaimana proses mulai dari tingkat individu hingga suatu masyarakat
yang luas memahami diri dan lingkungannya. Sehingga pada saat inilah fungsi
bahasa secara umum, yaitu sebagai alat untuk berekspresi, berkomunikasi, dan
alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, memberikan perannya.
Dalam mengembangkan diri, seorang
individu akan berusaha untuk beradaptasi dengan bahasa yang ada di
lingkungannya. Penelitian Chomsky tentang gen dan bahasa mengungkapkan bahwa
seorang individu memiliki kemampuan alami untuk memahami bahasa secara umum
yang akan beradaptasi untuk lebih spesifik memahami bahasa yang digunakan di
lingkungannya. Proses adaptasi bahasa dalam seorang individu memandunya untuk
mengidentifikasikan dirinya pada kelompok yang memiliki bahasa yang sama dengan
dirinya. Maka dari itu proses alamiah tersebut perlahan membentuk ikatan sosial
antara individu dengan individu yang lain dalam sebuah kelompok masyarakat.
Proses pengidentifikasian kelompok
yang terus berjalan dalam individu membentuk suatu bentuk warna kepribadian.
Hal tersebut sesuai dengan kesimpulan Prof. Anthony melalui kajian semantik dan
etimologi kata mengenai bahasa yang merupakan cerminan dari watak,sifat, perangai,
dan budi pekerti penggunanya.
Berbeda dengan proses adaptasi
bahasa pada individu, dalam tingkatan masyarakat proses adaptasi berjalan lebih
kompleks, dengan waktu yang lebih panjang pula. Masyarakat yang merupakan
sekumpulan dari individu-individu dalam suatu wilayah tertentu pada awalnya
akan membuat kesepakatan-kesepakatan dalam mengungkapkan makna serta
berkomunikasi. Selanjutnya proses ini secara terus menerus mengalami perubahan
sehingga membentuk suatu sistem, atau yang disebut Hugo Warami sebagai sistem
kesepakatan-kesepakatan. Sistem kesepakatan dalam masyarakat ini bukanlah suatu
hasil akhir melainkan terus mengalami perubahan sesuai dengan kealamiahan dari
berdinamikanya masyarakat beserta individu dalam merespon ransang dari luar. Proses
yang berlangsung dalam masyarakat tersebut akan membentuk karakteristik
masyarakat seperti warna kepribadian dalam individu.
Salah satu bahasa yang digunakan
oleh sebagian masyarakat di dunia adalah bahasa Melayu. Dalam perkembangannya
bahasa Melayu berhasil menjadi bahasa yang paling berpengaruh di Asia Tenggara
dan satu dari lima
bahasa dunia yang mempunyai jumlah penutur terbesar. Melayu merupakan bahasa
nasional satu-satunya dari empat Negara: Brunei ,
Indonesia , Malaysia , dan
Singapura.
Di Indonesia, bahasa Melayu telah
menjadi bahasa yang penting. Peran bahasa Melayu meliputi bahasa persatuan,
bahasa nasional, dan bahasa pengantar dalam pendidikan. Menurut
Koentjaraningrat, pemilihan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia secara
historis dikarenakan enam hal. Pertama, berkembangnya suasana kesetiakawanan
yang mencapai momentum puncak yang menjiwai pertemuan antara pemuda cendekiawan
Indonesia
yang penuh idealisme pada tanggal 28 Oktober 1928. Kedua, adanya anggapan bahwa
bahasa Melayu sejak lama merupakan lingua franca, bahasa perdagangan, bahasa
komunikasi antarorang Indonesia yang melintas batas sukubangsa, dan bahasa yang
digunakan untuk penyiaran agama. Ketiga, adanya pengaruh media massa dalam bahasa Melayu.
Keempat, berkembangnya kebiasaan penggunaan bahasa Melayu dalam rapat-rapat
organisasi gerakan nasional. Kelima, tidak adanya rasa khawatir dalam diri
warga suku non-Jawa terhadap risiko terjadinya dominasi kebudayaan dari
sukubangsa mayoritas. Keenam, karena para cendekiawan Jawa sendiri mengecam
struktur bahasanya sendiri.
Disepakatinya bahasa Melayu menjadi
bahasa persatuan bangsa Indonesia
menjadi landasan kokoh bagi terbentuknya integrasi dan identifikasi
sosial/nasional. Sebagai salah satu bentuk fisik dari identitas nasional, bahasa
Indonesia memiliki potensi untuk mempersatukan rakyat Indonesia . Potensi tersebut
dikarenakan bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai bahasa nasional, yaitu
sebagai lambang identitas nasional, alat pemersatu berbagai masyarakat yang
berbeda-beda kebudayaan, adat istiadat, dan bahasanya; serta sebagai alat
perhubungan antardaerah dan antarbudaya.
Tantangan pembentukan identitas
nasional melalui bahasa di Indonesia
terdiri dari tantangan internal dan eksternal. Secara internal bahasa persatuan
ini harus menghadapi realita bahwa Indonesia terdiri dari berbagai
bahasa dan budaya. Sehingga dalam proses sosialisasinya bahasa Indonesia harus
menuntaskan kegamangan antara menampilkan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang
dapat digunakan seluruh masyarakat tanpa melenyapkan bahasa daerah. Hal ini
diperumit dengan suatu kondisi dimana beberapa bahasa daerah terancam punah
diakibatkan sosialisasi bahasa Indonesia yang tidak mengindahkan perawatan
bahasa daerah sebagai bahasa ibu yang harus dilestarikan. Sehingga pada daerah
yang masih tertinggal, bahasa ibu ditinggalkan karena tidak lebih prestise
dibandingkan bahasa Indonesia .
Di satu sisi bahasa Indonesia juga harus menghadapi realita bahwa penuturnya
sendiri sangat sedikit yang mau mempelajari kaidah bahasa yang baik dan benar.
Menurut pendapat Amran Halim (lihat
Kompas, 8 Maret 1995, halaman 16) setelah 67 tahun BI dikukuhkan sebagai bahasa
persatuan, situasi kebahasaan ditandai oleh dua tantangan. Tantangan pertama,
yakni perkembangan bahasa Indonesia yang dinamis, tetapi tidak menimbulkan
pertentangan di antara masyarakat. Pada saat bersamaan bangsa Indonesia sudah mencapai kedewasaan
berbahasa. Sekarang tumbuh kesadaraan secara emosional bahwa perilaku berbahasa
tidak terkait dengan masalah nasionalisme. Buktinya, banyak orang yang lebih
suka memakai bahasa Asing, demikian Amran Halim.
Tantangan kedua, yakni persoalan
tata istilah dan ungkapan ilmiah. Tantangan kedua ini yang menimbulkan
prasangka yang tetap diidap ilmuwan kita yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia
miskin, bahkan kita dituduh belum mampu menyediakan sepenuhnya padanan istilah
yang terdapat dalam banyak disiplin ilmu, teknologi, dan seni. Menurut Moeliono
(1991: 15) prasangka itu bertumpu pada pendirian apa yang tidak dikenal atau
diketahui, tidak ada dalam bahasa Indonesia .
Selain tantangan internal seperti di
atas, bahasa Indonesia juga harus menghadapi gempuran dari bahasa asing. Hal
yang serupa dengan tantangan internal mengenai bahasa daerah, bahasa Indonesia
oleh sebagian masyarakat dipandang tidak lebih prestise dibandingkan dengan
bahasa asing. Hasilnya penggunaan kaidah bahasa Indonesia tidak banyak menjadi
sorotan penting. Percampuran antara bahasa Indonesia dan bahasa asing menjadi
sesuatu yang lumrah. Bahasa gaul mulai merebak di masyarakat, bahkan yang
berpendidikan tinggi hingga pejabat dan media massa . Jika hal ini terus dibiarkan maka
bahasa Indonesia akan menjadi minoritas dan punya istilah “tamu di rumahnya
sendiri”.
Saat ini tantangan terhadap bahasa Indonesia , baik internal maupun eksternal,
merupakan hal yang tidak hanya mengancam eksistensi bahasa Indonesia . Konsekuensi ancaman
tersebut tidak hanya sebatas mengancam eksistensi bahasa Indonesia , namun menjadi sangat
penting karena berkaitan dengan bahasa sebagai identitas dan kepribadian
bangsa. Jika dihayati dari prosesnya, awalnya masyarakat merubah gaya bahasanya lalu
mempengaruhi tingkah lakunya sehingga akan mengalami kegamangan norma dan
kepribadian berkaitan dengan identitas sosial. Fenomena tingginya angka kriminalitas
dan kenakalan remaja menjadi sebuah bukti dari kegamangan tersebut. Hal itu
tidak terlepas dari pandangan manusia sebagai substansi dan manusia sebagai
makhluk yang mempunyai identitas (Verhaar, 1980: 11).
Kemudian kegamangan kepribadian
tersebut membuat kesadaran bersatu meluntur. Tantangan disintegrasi bangsa
semakin tinggi. Fenomena tawuran antar desa hingga antar suku merupakan salah
satu jawaban yang dapat menyingkap kurang mengakarnya peran bahasa Indonesia
sebagai penyatu bangsa. Dalam konteks kesadaran bersatu inilah kita dapat
belajar dari kepemimpinan Orde Baru dalam mengopinikan “persatuan” meskipun
caranya yang represif harus di evaluasi.
Selama ini usaha untuk menjadikan
bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sudah banyak dilakukan. Hal ini
terlihat dari mulai membaiknya badan perencanaan bahasa yang ada di Indonesia .
Bahkan badan tersebut berjejaring dengan badan perencanaan di Malaysia dan Brunei , karena sama-sama berbahasa
Melayu, yang sudah melakukan berbagai penelitian dan melakukan perencanaan
internasional. Namun usaha tersebut masih dalam tataran struktural dan politis,
belum merambah “akar rumput” yang merupakan basis kultural dan mengakar.
Kesadaran dari pemerintah, media, dan masyarakat terhadap konsep bahasa
persatuan masih rendah. Usaha para budayawan dan ahli bahasa Indonesia belum
didukung penuh oleh kebijakan strategis dan merakyat dari pemerintah. Ditambah
lagi peran media yang semakin luas tidak diimbangi oleh usaha sosialisasi
bahasa Indonesia yang baik dan benar membuat masyarakat kini lebih merespon
stimulasi dari asing serta semakin jauh dari kaidah berbahasa yang benar.
Bukannya masyarakat harus tertutup dari pengaruh asing, namun kemampuan untuk
menyaring informasi, gaya
bahasa, dan perilaku inilah yang menjadi pokok masalah terjadinya kegamangan
identitas.
Dinamika antara potensi dan
tantangan atau realita yang dialami bahasa Indonesia saat ini merupakan suatu
data yang dapat dijadikan sumber prediksi bagi eksistensi bahasa Indonesia
sebagai bahasa persatuan di masa depan. Dalam konteks bahasa Melayu, Collins
menyatakan bahwa peran bahasa Melayu akan semakin berkembang, baik di kawasan
Asia Tenggara maupun di belahan bumi yang lain. Di luar Asia Tenggara bahasa
Melayu dipelajari di delapan Negara Eropa dan dua Negara di Amerika. Jumlah
penutur bahasa Melayu dalam waktu dekat ini akan terus meningkat. Hal ini akan
meningkatkan prestise di kalangan para penuturnya yang kemudian akan
mempengaruhi sikapnya untuk lebih positif terhadap bahasa Melayu. Terlebih menurut
prediksi dari Collins, pengaruh bahasa Inggris belum begitu jelas di Asia
Tenggara pada masa depan.
Pengaruh secara global bahasa Melayu
tersebut tentunya akan juga berpengaruh di Indonesia meskipun akan membutuhkan
proses yang sangat lama. Pengaruh tersebut berkaitan juga tingkat kesadaran
pemerintah, media, dan masyarakat Indonesia tentang pentingnya bahasa
Indonesia sebagai pemersatu. Kesadaran ini tidak hanya pada bagian luar
pemahaman saja, namun selayaknya menjadi penghayatan dan pengidentifikasian
seluruh masyarakat sebagai satu bangsa.
REFERENSI
-
Badudu, J. S. 1996. Bahasa Indonesia: Anda Bertanya? Inilah Jawabannya. Bandung : Pustaka Prima
-
Collins, James. 2005. Bahasa Melayu Bahasa Dunia : Sejarah Singkat. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia .
-
Malna, Afrizal. 2000. Sesuatu Indonesia. Yogyakarta :
Yayasan Bentang Budaya.
Sama-sama mbak. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin.
BalasHapusmakasih ini ngebantu jawaban tugas banget
BalasHapusSama-sama mbak Ida Hartini, semoga bermanfaat.
BalasHapusSama-sama mbak khusnul khotimah. semoga bermanfaat.